Jumat, 07 November 2008

Halim-Jafar: Pilkada Tidak Berkualitas

Kemarin (29/10), bertempat di markas pemenangannya Jl.Sungai Tangka calon Walikota dan Wakil Walikota yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Halim Abd. Razak dan Jafar Sodding pada pukul 16.15 Wita mengadakan konferensi pers seusai mengetahui hasil perolehan sementara suara lewat metode real count yang dilakukan tim kampanyenya. Melalui ketua tim hukum dan advokasinya Ahmad Bascam, SH Halim-Jafar membeberkan upaya-upaya tidak sehat yang terjadi selama proses pemilihan kepala daerah (Pilkada). Halim-Jafar menilai pemilihan calon walikota dan wakil walikota makassar periode 2009-2014 tidak berkualitas dan jauh dari harapan. Misalnya ditemukannya indikasi money politik melalui oknum aparat pemerintah (Lurah, RW, dan RT) dan tim sukses guna mempengaruhi suara pemilih. Hal ini mereka buktikan dengan ditemukannya mobil tim sukses salah seorang kandidat yang berkeliaran pada malam hari sebelum pencoblosan, serta adanya sebagian besar masyarakat yang tidak mendapatkan hak pilihnya. “Anggota tim kami tadi malam melakukan penyisiran dan tepat pukul 03.00 dini hari kami menjumpai adanya mobil salah seorang kandidat yang membagi-bagikan uang”, ungkap Muzakkir, salah seorang tim pemenangan yang dimintai komentar sebelumnya.

Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu yang tidak mencapai setengah dari jumlah pemilih sebagai akibat dari buruknya kinerja penyelenggra pemilu, mulai dari pendataan, sosialisasi, hingga pendistribusian surat pemberitahuan model C6 KWK serta kartu pemilih. Dampak dari itu semua menyebabkan perolehan suara tidak memenuhi target yang sebelumnya diprediksikan akan memperoleh 40% suara. “Kami melihat adanya upaya sistematis yang dilakukan salah satu kandidat sehingga partisipasi pemilih tidak lebih dari 50% yang berdampak langsung kepada hilangnya potensi suara ”, kata Halim menjawab pertanyaan wartawan saat ditanyai tanggapannya menyangkut penyebab rendahnya suara yang dia peroleh.

Lebih lanjut, Halim mengatakan potensi kehilangan suaranya sebesar 20% yang diakibatkan oleh tidak sehatnya proses pemilihan termasuk yang diakibatkan tidak adanya kartu pemilih bagi pendukungnya. “Tingkat partisipasi di Tamalate sebesar 48%, padahal disana merupakan basis kita,” ujarnya dengan kecewa.

Ahmad Bascam, SH selaku ketua tim hukum dan advokasi ditempat yang sama berjanji akan mengupayakan upaya hukum jika memang terbukti terdapat pelanggaran didalamnya. “Kita akan mengumpulkan saksi-saksi dulu baru kemudian melaporkannya ke panitia pengawas pilkada (PANWASDA), apabila hal ini memang benar kami akan menyelesaikan lewat jalur pidana”, katanya menjelaskan.

Minggu, 02 November 2008

Melawan perbedaan

Bayangkan tuan adalah seorang kristen.... Bayangkan dirimu di tengah komunitas luas yang berhasrat membunuhmu. Bayangkan juga dirimu termasuk kelompok lemah dan termarginalkan. Rasakan lewat imajinasimu betapa menyakitkannya ditindas. Selami kehidupan bangsa Palestina ataupun Bosnia. Bacalah riwayat kekejaman kaum Nazi terhadap kaum Yahudi. Lalu setelah engkau menikmatinya dan merasakan, adakah kengerian ataupun kebencian dihatimu?. Bilamana engkau kebetulan seorang muslim, bagaiman reaksimu melihat kaum mu ditindas dan dianiaya, misalkan saja di Palesina dan Irak ataupun Bosnia. Pastinya, engkau akan berkata: semoga laknat Tuhan terhadapnya. Nah, coba engkau selami sekarang, bagaimana rasanya punya posisi tertindas.

Pekan lalu, diwaktu mengantri makan di kantin asrama mahasiswa Unhas. Pada saat itu, jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Waktu yang tepat bagi mahasiswa untuk menikmati makan siang. Ketika itu, saya bertemu teman kampus yang juga sedang ikut mengantri. Memang saat itu pembeli sedang ramai. Saya agak risih sebenarnya, tapi tidak apalah. Hal seperti ini harus dibiasakan di negeri kita.

Tidak beberapa lama, acara mengantri pun selesai. Kami mencari tempat duduk yang sekiranya pas untuk kami berdua. Kami duduk persis samping kulkas yang disimpan depan warung. “kenapa di FKM itu rasis,”? kata teman mengawali pembicaraan. Saya masih dingin menanggapi pernyataannya. Saya belum mengetahui apakah gerangan kejadian yang membuat dia berkata demikian. Karena terdorong rasa ingin tahu, sebagai bentuk rasa peduli saya terhadap FKM, saya pun menanyakannya. “maksud kamu apaan,”? ada apa di FKM?. Teman baik saya ini tampak terkejut. “kamu tidak tahu apa-apa”?, selama ini kamu kemana saja,” katanya kebingungan sambil meraba pelan jidat saya. “apaan sih”, kataku menampik tangannya.

Sejenak kami terdiam, sembari menikmati makan dengan lauk telur ditambah tempe goreng. sementara itu, piring dan sendok berbisik lembut dalam gayanya yang khas, ada sebagaian mahasiswa bercanda tawa. aku tidak tahu apa yang sedang mereka candai, yang jelas ada binar-binar kebahagiaan dimata mereka. khas ala mahasiswa unhas gitu lho!, kataku dalam hati.


"kemarin aku dapat kabar kalau di fakultas kita terjadi insiden kecil yang menyentuh wilayah yang tidak sepantasnya kita ungkit", gumamnya sambil mengunyah makanannya pelan. universitas seharusnya bisa lebih dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. pun perbedaan yang menyangkut isu SARA (Suku, ras dan agama). perbedaan merupakan realitas yang tidak bisa kita tampik dalam menjalani kehidupan. perbedaan adalah kenyataan mutlak dalam kehidupan. namun sangat disayangkan apabila terjadi perilaku yang menciderai netralitas universitas yang mengatasnamakan SARA.

NTAR DILANJUTIN

Nb.masih nyambung