Senin, 15 Desember 2008
Sabtu, 13 Desember 2008
Mari Pejamkan Mata
Tunggu: Akan ku lamar engkau dengan sekali onani
***
***
***
***
Jumat, 12 Desember 2008
Izinkan Aku Menyetubuhimu
Tidak bisa dipungkiri, kehadiranmu memberiku segudang kesempatan. Sesaat aku berpikir, terlalu picikkah aku yang coba memanfaakan kesempatan langka ini?, atau terlalu bodohkan aku yang tidak memfaatkannya. Bagiku, menyetubuhimu merupakan harapan besar, cita-cita utamaku. Maka izinkan aku dengan segala cintaku memintanya dengan hormat, bukan dengan paksaan dan gombalan, namun dengan cinta yang menggebu.
Menanti Cerah
Hujan turun sedari pukul 00.00 belum menunjukkan tanda-tanda akan reda, malahan semakin deras saja. Membuat air selokan meluap sehingga menggenangi halaman rumah kos. Kekacauan kecil juga terjadi di dalam, tiba-tiba atap kembali bocor sehingga air turun membasahi kamar beberapa penghuni. Kok masih saja bocor, padahal baru-baru ini diperbaiki. "Mungkin pekerjaanya kurang profesional", ketus sarkawi salah seorang tetangga kamar. Benar saja, ternyata yang mengerjakannya adalah tukang batu yang sok berani mengambil alih tugas tukang kayu. Ini dibenarkan bapak kos.
Dunia ini telah ditata sedemikian rupa oleh Tuhan sehingga setiap makhluk yang ada dimuka bumi ini menjalani setiap hal menurut keahliannya. Sehingga dalam proses pengerjaannya berjalan maksimal, tidak serampangan dan asal jadi. Contoh konkritnya adalah kejadian diatas, tukang batu yang mengambil alih tugas tukang kayu. Bocornya atap cukup membuktikan bahwa pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian. Boleh saja tanpa skill, itu hanya berlaku bagi pekerjaan tertentu saja. Semisal pekerjaan menyapu, mengepel dan melempar mangga.
nah, dengan adanya insiden di atas semoga membuat kita jera dan mau belajar dari pengalaman, untuk memperkerjakan orang sesuai keahliannya, setidaknya belajar meghargai profesi seseorang.
Kamis, 11 Desember 2008
Menjelang Pusing
organisasi ini membuatku ekstase, lupa terhadap tugas utama ku untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu, seperti yang di idamkan banyak orang. aku akui, ia begitu menyenangkan. aku bergulat terus dengan pekerjaan ini, yang sebenarnya lebih tepat disebut hobi. beberapa mata kuliah aku anggap sudah positif tidak lulus. konsekuensi memang. tak apalah. sebagai manusia dewasa, yang tahu bahwa hidup merupakan pilihan, hal tersebut bukan masalah. toh aku menyukainya.
identitas, itulah nama organisasi yang sedang kugeluti sekarang. identitas adalah penerbitan kampus universitas hasanuddin, tempat aku menuntut ilmu sekarang. disini aku mengambil spesifikasi fotografer, sebuah tugas--yang sekali lagi membuatku ekstase. setiap hari aku mesti merekam semua peristiwa dalam jepretan, kita diharuskan lihai mengambil gambar sehingga hasil pemotretan seolah-olah hidup dan mampu bercerita. nah, bagi yang tidak berminat terhadapnya jangan pernah menganggap ini hobi, anggaplah ini pekerjaan berat. he...he...
minggu lalu, aku menyempatkan diri ke fakultasku. sebenarnya tidak niat kesana saat itu, tapi karena aku di telpon, ada ujian mendadak. eh...sampai di fakultas aku dikibulin. ujian yang rencananya dilaksanakan pukul 08.00 wita ditunda sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. maksudnya sampai dosen punya kesempatan. tapi kalau-kalau dosennya mangkat?. gimana dong!. tapi tidak apa-apa toh aku belum siap. hore!!!!
Jumat, 07 November 2008
Halim-Jafar: Pilkada Tidak Berkualitas
Kemarin (29/10), bertempat di markas pemenangannya Jl.Sungai Tangka calon Walikota dan Wakil Walikota yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Halim Abd. Razak dan Jafar Sodding pada pukul 16.15 Wita mengadakan konferensi pers seusai mengetahui hasil perolehan sementara suara lewat metode real count yang dilakukan tim kampanyenya. Melalui ketua tim hukum dan advokasinya Ahmad Bascam, SH Halim-Jafar membeberkan upaya-upaya tidak sehat yang terjadi selama proses pemilihan kepala daerah (Pilkada). Halim-Jafar menilai pemilihan calon walikota dan wakil walikota makassar periode 2009-2014 tidak berkualitas dan jauh dari harapan. Misalnya ditemukannya indikasi money politik melalui oknum aparat pemerintah (Lurah, RW, dan RT) dan tim sukses guna mempengaruhi suara pemilih. Hal ini mereka buktikan dengan ditemukannya mobil tim sukses salah seorang kandidat yang berkeliaran pada malam hari sebelum pencoblosan, serta adanya sebagian besar masyarakat yang tidak mendapatkan hak pilihnya. “Anggota tim kami tadi malam melakukan penyisiran dan tepat pukul 03.00 dini hari kami menjumpai adanya mobil salah seorang kandidat yang membagi-bagikan uang”, ungkap Muzakkir, salah seorang tim pemenangan yang dimintai komentar sebelumnya.
Selain itu, rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu yang tidak mencapai setengah dari jumlah pemilih sebagai akibat dari buruknya kinerja penyelenggra pemilu, mulai dari pendataan, sosialisasi, hingga pendistribusian
Lebih lanjut, Halim mengatakan potensi kehilangan suaranya sebesar 20% yang diakibatkan oleh tidak sehatnya proses pemilihan termasuk yang diakibatkan tidak adanya kartu pemilih bagi pendukungnya. “Tingkat partisipasi di Tamalate sebesar 48%, padahal disana merupakan basis kita,” ujarnya dengan kecewa.
Ahmad Bascam, SH selaku ketua tim hukum dan advokasi ditempat yang sama berjanji akan mengupayakan upaya hukum jika memang terbukti terdapat pelanggaran didalamnya. “Kita akan mengumpulkan saksi-saksi dulu baru kemudian melaporkannya ke panitia pengawas pilkada (PANWASDA), apabila hal ini memang benar kami akan menyelesaikan lewat jalur pidana”, katanya menjelaskan.
Minggu, 02 November 2008
Melawan perbedaan
Bayangkan tuan adalah seorang kristen.... Bayangkan dirimu di tengah komunitas luas yang berhasrat membunuhmu. Bayangkan juga dirimu termasuk kelompok lemah dan termarginalkan. Rasakan lewat imajinasimu betapa menyakitkannya ditindas. Selami kehidupan bangsa Palestina ataupun Bosnia. Bacalah riwayat kekejaman kaum Nazi terhadap kaum Yahudi. Lalu setelah engkau menikmatinya dan merasakan, adakah kengerian ataupun kebencian dihatimu?. Bilamana engkau kebetulan seorang muslim, bagaiman reaksimu melihat kaum mu ditindas dan dianiaya, misalkan saja di Palesina dan Irak ataupun Bosnia. Pastinya, engkau akan berkata: semoga laknat Tuhan terhadapnya. Nah, coba engkau selami sekarang, bagaimana rasanya punya posisi tertindas.
Pekan lalu, diwaktu mengantri makan di kantin asrama mahasiswa Unhas. Pada saat itu, jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Waktu yang tepat bagi mahasiswa untuk menikmati makan siang. Ketika itu, saya bertemu teman kampus yang juga sedang ikut mengantri. Memang saat itu pembeli sedang ramai. Saya agak risih sebenarnya, tapi tidak apalah. Hal seperti ini harus dibiasakan di negeri kita.
Tidak beberapa lama, acara mengantri pun selesai. Kami mencari tempat duduk yang sekiranya pas untuk kami berdua. Kami duduk persis samping kulkas yang disimpan depan warung. “kenapa di FKM itu rasis,”? kata teman mengawali pembicaraan. Saya masih dingin menanggapi pernyataannya. Saya belum mengetahui apakah gerangan kejadian yang membuat dia berkata demikian. Karena terdorong rasa ingin tahu, sebagai bentuk rasa peduli saya terhadap FKM, saya pun menanyakannya. “maksud kamu apaan,”? ada apa di FKM?. Teman baik saya ini tampak terkejut. “kamu tidak tahu apa-apa”?, selama ini kamu kemana saja,” katanya kebingungan sambil meraba pelan jidat saya. “apaan sih”, kataku menampik tangannya.
Sejenak kami terdiam, sembari menikmati makan dengan lauk telur ditambah tempe goreng. sementara itu, piring dan sendok berbisik lembut dalam gayanya yang khas, ada sebagaian mahasiswa bercanda tawa. aku tidak tahu apa yang sedang mereka candai, yang jelas ada binar-binar kebahagiaan dimata mereka. khas ala mahasiswa unhas gitu lho!, kataku dalam hati.
"kemarin aku dapat kabar kalau di fakultas kita terjadi insiden kecil yang menyentuh wilayah yang tidak sepantasnya kita ungkit", gumamnya sambil mengunyah makanannya pelan. universitas seharusnya bisa lebih dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. pun perbedaan yang menyangkut isu SARA (Suku, ras dan agama). perbedaan merupakan realitas yang tidak bisa kita tampik dalam menjalani kehidupan. perbedaan adalah kenyataan mutlak dalam kehidupan. namun sangat disayangkan apabila terjadi perilaku yang menciderai netralitas universitas yang mengatasnamakan SARA.
NTAR DILANJUTIN
Nb.masih nyambung
Rabu, 10 September 2008
Langit sore terlihat mendung, awan yang biasanya putih kini tampak hitam pekat dan tidak estetis dipandang mata. ia seolah seperti monster buas yang siap menerkam mangsanya. bintang-bintang yang mulai muncul perlahan menghilang dan menjauh meninggalkan cakrawala. satelit bumi bernama bulan juga tak kunjung menampakkan dirinya. sampai gelap menjelang pun, jangkrik-jangkrik yang biasanya bernyayi, berirama dalam harmoni alam, tak menunjukkan simpinonya. malam ini terasa sepi. Hiruk pikuk tetangga yang biasanya berteriak, bertegur sapa tidak terdengar. Gonggongan anjing-anjing meneriakkan takbir kebesaran Tuhan seolah hilang ditelan bumi.
tidak terasa, tiga tahun telah aku lewati di rantauan. bagiku, tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. apalagi sebelumnya aku tidak terbisa jauh dengan orang yang aku sayangi. merantau--menurutku--kalau bukan karena cita-cita, mungkin tidak akan pernah terjadi. namun, dibulan ini merupakan momen yang sangat aku Perasaanku kalut. Pikiranku kacau. Di pekarangan kost, dibawah pohon mangga aku duduk termenung sendirian. Pandanganku menengadah ke langit
Rabu, 27 Agustus 2008
nantilah diriku di penghujung mimpi
Senin, 26 Mei 2008
lagi, gak tau judulnya apa?
Langit terlihat monoton dan tidak estetis dipandang mata. Bintang-bintang entah kemana. Bulan tidak kunjung menampakkan dirinya. Jangkrik-jangkrik yang biasanya bernyayi, berirama dalam harmoni alam, tak menunjukkan simpinonya. Malam ini terasa sepi. Hiruk pikuk tetangga kost yang biasanya berteriak, bertegur sapa tidak terdengar. Gonggongan anjing-anjing meneriakkan takbir kebesaran Tuhan seolah hilang ditelan bumi. Perasaanku kalut. Pikiranku kacau. Di pekarangan kost, dibawah pohon mangga aku duduk termenung sendirian. Pandanganku menengadah ke langit
Aku tiba-tiba ingin sekali tertawa. Di batas imajinasi, berlalu lalang hantu pocong yang tidak lagi mengenakan kain kafan sebagai marka perbeda antara dia dengan manusia. Ia mengenakan pakaian ala anak punk. Hidungnya di tindik, rambutnya direbonding. Bibirnya merah mirip buah tomat apel yang ranum, mungkin bibirnya di polesi gincu paling mahal. Bukan cuma itu, celanya yang ia pakai pun terlihat kebotol-botolan. Bajunya kurang seperempat sampai pusarnya. Lubang kecil pusarnya itupun dibiarkan terbuka tertiup angin malam yang dinginnya tiada ampun. Pinggulnya, karena pengaruh pakeannya terlihat seperti gitar spanyol pecah. Sungguh menggelikan untuk di bayangkan lagi. Belum selesai aku tertawa, hati ini mengarahkanku untuk menitikkan air mata. Berteriak dan menangis sekuatnya. Apakah dunia ini demikian edannya sampai-sampai setan ikut-ikutan
Aku menangis sejadi-jadinya. Kenapa dunia ini demikian absurd?. Inginku berlari menjauh meninggalkan dunia yang ironi. Yang tidak lagi mampu membedakan antara bahagia dan sedih. Menangis dan tertawa. Apalah arti menangis?. Apakah arti tertawa. Kita tidak pernah mampu mengetahui esensi menangis dan tertawa. Kita latah. Tertawa karena kita melihat orang lain tertawa. Menangis saat orang lain juga menangis. Kita sebutir pasir di tengah gurun yang luas. Setetes air di
Bernyanyilah wahai umat manusia. Lantunkan kidung kematian. Lakukan perlawanan terhadap segala bentuk kekuasaan. Rombaklah nilai-nilai yang ketinggalan zaman dan yang telah usang. Bila perlu merontalah sekuatmu. Melawanlah sampai batas kekuatan. Bila mulut tidak mampu di buka. Lidah telah kelu. Maka rayakanlah kekalahanmu. Sebab bagi zaman kita, kalah dan menang sekadar permainan bahasa. Tidak ada yang benar-benar menang atapun kalah. Lihatlah sekelilingmu, saat iblis dan malaikat berperang, berkonfrontasi atas nama kebaikan dan kejahatan. Ia memang tidak nampak, tapi selalu hadir dalam imajinasi kita. Dan disitulah ia berada. Berdiam dalam kotak khayalan manusia. Di tempat itulah dunianya. Pikiran kita merupakan Tuhannya. Tapi akhirnya mereka menari larut dalam kebahagiaan. Berbicara mesra sambil tertawa meratapi kobodohan serta kepongahan egonya, kemarin. Mereka kini adalah sahabat. Di titik inilah kesadaran tertinggi mereka. Evolusi keberadaanya telah mencapai puncak sehingga mereka, walaupun sadar berbeda, tapi perbedaanya bukanlah alasan untuk saling menyakiti. Dan itulah mengapa pada zaman ini kita mesti dengan rendah diri mengakui bahwa pusat telah tiada, atau paling tidak mempunyai aturan baku untuk mengklaim ini adalah pusat bagi yang lainnya. Tidak ada normal dan abnormal, baik dan jahat, wanita dan laki-laki, yang ada hanya kehendak untuk kuasa.
Aku akui, tulisanku terlalu membingungkan untuk dipahami. Terlalu abstrak bagi realita vulgar hari ini. Baik, aku akan berikan contoh kokrit tesisku. Beberapa minggu yang lalu, pada acara bedah buku menteri kesehatan St. Fadilah supari yang katanya kotroversial itu. Di rungan mewah fakultas kedokteran universitas hasanuddin. Kalau tidak salah ingat. Ruang lt.5. selagi membedah buku, seorang pemateri mengatakan untuk mengatasi dan mencegah tindakan atau perialaku tidak adil dalam mengelola alam yang tinggal menunggu waktu kehancuran. Harus di terapkan secara universal ideologi islam. Ideologi yang paling sahih. Paling mampu menghadapi tantangan zaman. Lalu yang jadi pertanyaanya, islam yang dimaksud islam yang mana?. Islamnya Hambali kah?. Syafi’i kah? Atau Hanafi?. Jelas bagi kita semua islam tidak satu. Islam itu banyak. Semenjak wafatnya baginda Muhammad SAW, tidak ada lagi seorang pun anak manusia yang representatif dalam menafsirkan aturan islam. Menafsirkan al-qur’an dan sunnah. Apakah sistem khalifah yang ditawarkan dan di gembar-gemborkan representatif dalam menghadapi tantangan zaman. Kalau memang itu representatif, otoritas apa yang melegitimasinya. Di titik terakhir kita akan menemukan, ternyata ini semua tidak lebih dari strategi kehendak untuk kuasa. Harusnya kita mulailah mencoba untuk keluar dari jargon pemahaman yang menyesatkan ini. Agar kita semua tidak terjebak pada usaha klaim kebenaran. Kebenaran wafat semenjak manusia juga wafat.
Masih saja—mohon aku tidak di cap kafir—kita umat islam bermain pada kesadaran simbolik. Kesadaran paling rendah. Tidak bisakah islam di dakwahkan tanpa menyebut nama islam, sebagai identitas. Identitas cenderung anarkis. Ia berputar di lingkaran setan egosentrisitas umat manusia. Kita mesti beranjak dan meninggalkan kesadaran naif ini untuk berhijrah menuju kesadaran akan cinta. Cinta tidak mensyaratkan identitas. Tidak mengharuskan persamaan. Karena dengan perbedaan keindahan itu dapat dirayakan.
Maka inilah yang di kritik oleh si filosof godam Nietsche. Mendeklarasikan kematian rasionaliatas. Rasionaliatas ala aristotelian-newtonian yang reduksionis-instrumentalis. Logika binerian yang hirarkis serta dominatif. Manusia mencipta berhala bagi dirinya sebagaimana disabdakannya dalam otobiografinya yang mengasikkan untuk dibaca “ecce homo”.
Realitas telah di rampas nilainya, makananya, kejujurannya hingga ketingkat yang sama seperti dunia isdeal yang telah dipalsukan
Selasa, 15 April 2008
Kurenungkan hari ini
Engkau tahu, pikiran ini, perasaan ku, kebingungan akan kejelasan esok. Ketersiksaan eksistensial yang diliputi pertanyaan bodoh “adakah engkau mencintaiku?”. Kejelasan macam apa yang bisa menjadikanku yakin!. Percaya terhadap komitmenmu!. Cintamu!.
Kobodohanku memang, atau inilah realitasnya?. Dunia terlampau absurd bagi suatu kejelasan, tidak ada yang betul-betul mampu mencapai kebenarannya!. Bahkan rahib agung sekalipun!. Yang nyata hanya hari ini, esok itu absurd, tidak jelas, membingungkan! Dan keberadaan waktu justeru semakin mempertegasnya!.
Minggu, 13 April 2008
Minggu, 06 April 2008
KAU HADIR DARI KETIADAAN, SAYANG!
Tidak meyakini kesempurnaan cinta, apatis terhadap bunga-bunga perasaan yang disemai Tuhan lewat special relation. Kehampaan makna bisa diatasi dengan buku dan aktivitas, “kataku suatu saat”. Dengan begitu kita hidup dalam sebuah ekstase rutinitas, berusaha keluar dari jargon cinta yang tak produktif. Asumsi-asumsi yang membuatku terus bertahan dalam kesendirian sampai beberapa tahun belakangan. Ironisnya, asumsi tersebut kemudian dipraksiskan dalam sikapku sehari-hari, dengan menolak sama sekali benih-benih cinta yang kadang tumbuh. Bahkan aku beranggapan cinta tidak lain merupakan bentuk paling halus dari nafsu kelamin. Cinta murni itu tidak ada, itu omong kosong yang mesti dibuang di keranjang sampah. Menikahpun tidak lebih dari kegiatan prostitusi yang dilegalkan. Pikiran ini terlalu picik untuk kenyataan, seolah-olah keluar dari konteks ruang dan waktu yang melingkupi, mencoba menutup segala kemungkinan yang terjadi dan terkesan memutlakkan asumsi dalam teoritisasi yang universal. Oh … Alangkah piciknya aku saat itu !!!
Kini dunia memperhadapkanku pada suatu realita yang sulit kuterima. Pilihan yang membingungkan. Cintakah? Atau Kesendiriankah?. Omong-kosongkah itu cinta, realitiskah itu kesendirian? Ataukah—seperti tulisanku terdahulu—kita hanya kecewa dengan kenyataan. Sampai-sampai mengkonstruk asumsi ini sebegitu jauhnya. Apakah cinta memang inherent dengan nafsu, apakah memisahkan nafsu dari cinta justeru mengindikasikan pemikiran yang reduksionis, seperti diktum Rene Descartes, Cogito Ergo Sum. Aku berpikir maka aku ada. Yang memisahkan antara pikiran dan tubuhnya. Bisakah manusia berpikir tanpa tubuh?. Otak maksudnya!
Kehadiran dikau menggugurkan asumsiku. Meruntuhkan semua bangunan pemahamanku tentang cinta dan kasih sayang. Engkau seolah datang dari ketiadaan, dalam kemisteriusan sebagai juru selamat atas kesesatan jalanku. Kesempurnaanmu, dimataku, mengantarkan aku dari keterpenjaraan mendobrak dari pikiran sempit hakikat cinta. Engkau setara dengan Jesus Kristus bagi umat nasrani, dan Budha Gautama bagi agama Hindu. Engkaulah penyelamat bagiku!
Dulu, yang ku pahami cinta adalah seks, penguasaan, dan egoisitas. Cinta bagiku hanyalah bersifat keduniawian semata, oleh karena itu aku menolak cinta. Tapi itu dulu, hari ini aku ingin berteriak mendeklarasikan kepada dunia, “Aku salah!”. Cinta itu luas, tidak ada definisi atau konsep
Sayang, sengaja kutorehkan pikiranku disini agar dikau membacanya, menghayatinya, menginterpretasinya sepuas mungkin tanpa harus takut akan kesalahan penafsiran. Kubebaskan dikau menafsirkannya menurut versimu. Memaksamu menafsirkan sepertiku sama artinya dengan menyuruhmu tunduk terhadapku. Aku tidak mau hal itu terjadi. Bukankah bahasa sangkar ada?. Kebenarannya terikat ruang dan waktu dan tidak mengherankan kalau Plato mengatakan “Kata-kata tidak akan pernah bisa dan mampu mewakili pikiran dan perasaanku”. Kata-kata itu lemah untuk sebuah kenyataan.
Apabila engkau telah membacanya, kusarankan engkau berpikir sejenak, sehari ataupun dua hari. Menghayati dan merefleksikan kembali dirimu. Apakah kehadiranku menjadi berhala baru bagimu. Aku tidak menginginkan itu terjadi. Aku terlalu naïf untuk kau kultuskan. Aku bukan Sang Hyang Widi. Tidak pantas bagiku dalam pikiran dan perasaanmu duduk setara dengan sang penguasa
untuk LuphieQuw
BINGUNG MAU KASIH JUDULNYA APA?
Baiknya, semua kritik, apapun sifatnya entah positif atau negative semestinya ditanggapi secara bijak, bukan malah sebaliknya. Sebagai ajang debat kusir yang tiada henti di mading-mading universitas dan fakultas, atau di forum-forum diskusi. Sementara realitas sosial yang terjadi terabaikan tanpa diperhatikan. Dan, sudah selayaknya kita sebagai mahasiswa pengemban tugas berat yang termaktub dalam tiga fungsi mahasiswa, agent of a change, moral force dan sosial control. Meskipun ketiga hal tersebut masih layak diperdebatkan. Benarkah mahasiswa sebagai agent of a change, moral force dan sosial control?. Agaknya butuh tempat tersendiri membahasnya, disini kita terkendala ruang dan takutnya melenceng dari tujuan awal tulisan.
Beberapa minggu yang lalu terjadi peristiwa besar menggemparkan seantero Sulawesi khususnya Makassar. Kematian seorang Ibu beserta anaknya, daeng besse sungguh ironis untuk didengarkan ditengah daerah yang terkenal dengan lumbung padinya, sebab kematian mereka didiagnosis akibat kelaparan dan menderita gizi buruk.
UNHAS? TANGGUNG-JAWABNYA MANA?
Kita semua pasti mengetahui—yang tidak tahu keterlaluan—bahwa unhas merupakan universitas wilayah Indonesia timur yang paling disegani, baik karena predikat universitas terbesar di wilayahnya maupun karena banyak dosennya yang menyandang gelar professor. Saya tidak ingin memasukkan data-datanya disini, pembaca bisa baca di buku panduan universitas maupun media penyaluran sifat narsistiknya. Ada banyak, silakan berusaha. Lagian pokok bahasan kita bukan menyangkut melubernya dosen yang bergelar professor namun miskin karya. Mungkin hanya simbolitas saja kali. Atau seperti bahasa teman saya, professor karena pangkat. Disini saya coba mengetengahkan pembahasan menyangkut unhas khususnya medical compleks, khususnya lagi fkm dan yang paling khususnya jurusan gizi dalam menghadapi atau merespon isu kesehatan terkini serta tindakan yang dilakukan secara konkrit, bukan konsep atau wacana yang dimuat di Koran-koran dengan tendensi simpati dan empati palsu. Bahasa ekstrimnya cari muka.
Dunia tidak butuh bahasa-bahasa apologi, apalagi opini kosong tanpa aksi. Saat ini kita semua butuh langkah konkrit pemecahan masalah bangsa yang makin kompleks. Pun menyangkut gizi buruk yang kembali mecuat ke permukaan setelah di bombardir media lewat wacana lambannya kinerja pemerintah. Hal ini juga diperparah oleh sikap mahasiswa yang terkesan apatis. Cenderung lari dari kenyataan, malah asyik-masyuk dengan ritual aneh yang bernama Mubes serta wisata angkatan. Padahal dunia tempatnya bernaung membutuhkan uluran tangannya sebagai agen perubah (agent of a change).
Fenomena ini bisa kita lacak, beberapa minggu yang lalu jurusan Kesling adakan Mubes, AKK, dan kemarin (4/4/08) jurusan gizi melakukan wisata ke bili-bili, bersamaan dengan angkatan 2005 yang berwisata ke pangkep. Belum lagi BEM FKM yang dingin-dingin, lebih antusias mengurus dies natalies keluarga mahasiswanya ketimbang turun kejalan mengadvokasi kebijakan penguasa, ini menjadi sesuatu yang urgen mengingat tipikal birokrat kita seolah-olah mengalami ketidak-normalan pendengaran, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi belakangan saya lihat mereka (bem,red) berencana mengadakan seminar. Semoga seminar tersebut bukan sekadar formalitas belaka supaya tidak dibilang tidak ada kerjaan. Biasa latah organisasi!.
SOLUSI!
Sulawesi adalah salah satu lumbung padi nasional Negara kita, jadi tidak ada alasan menganggap kejadian besse sebagai akibat kekurangan pangan. Nah, kalau begitu yang bermasalah apanya?. Pemerintahkah?. Atau bukan. Saya kira pemerintah itu sesuatu yang abstrak, sama misalnya masyarakat. Yang otentik individu-individu, bukankah masyarakat hanya akumulatif dari individu-individu?. Lalu siapa yang perlu disalahkan atau yang perlu bertanggung-jawab?. Jelas, yang paling berhak bertanggung-jawab atas problema ini kepala pemerintahan, presiden, gubernur, bupati/walikota serta jajaran terkait. Mereka, agen-agen kaum kapitalis serakah. Dalam artian hanya mewakili kepentingan kaum borjuasi dan mendiskreditkan proletariat. Ada kepentingan sistem yang bersifat laten dibaliknya. Itupun kalau indikasinya benar. Tapi semuanya bisa kita lacak saat pemilu, baik pemilu presiden, gubernur, maupun walikota/bupati. Begitu banyak dana dihamburkan hanya untuk kegiatan kampanye saja. Yang menjadi pertanyaan kita semua dana tersebut berasal dari mana?. Jelas disini, dana tersebut pasti berasal dari pemodal dengan janji memberi akses bagi pengembangan usahanya.
Intelektual dibagi dua, intelektual organic dan intelektual tradisional. Intelektual organic adalah kaum yang berani mempertanyakan secara kritis fenomena yang terjadi dilingkungannya dan berani memperjuangkannya sampai titik darah penghabisan. Sedangkan intelektual tradisional dia tahu dan paham dengan fenomenanya namun tidak berani kritis. Saya menduga inilah intelektual pesimis.
Dari pembagian tersebut, kita sebagai mahasiswa harusnya berada dalam lingkup intelektual yang kedua. Intelektual organic. Oleh karenanya kita mesti secara total memperjuangkan segala ketimpangan yang terjadi dengan tidak lagi mengandalkan gerakan yang berbasiskan moral tapi mesti menaikkan kesadaran ke gerakan politik. Permasalahan bangsa kita adalah masalah sistem, sistem yang tidak mewakili kepentingan umum. Sistem kapitalis dengan agenda neo-liberalisme nya disegala bidang, termasuk yang marak terjadi akhir-akhir ini, wacana liberalisasi pendidikan. Mestinya kita terjun dalam politik, mengintervensi pemilu, merebut parlementer dari kaum pro-kapitalistik. Lalu membuat agenda nasional:
a. Nasionalisai perusahaan tambang untuk pendidikan dan kesehatan gratis
b. Meghapus utang luar negeri atau memohon memotarium (menunda pembayaran utang sampai waktu yang tidak ditentukan, sampai bangsa kita mampu membayarnya)
c. Sita harta koruptor
Dari solusi diatas, perlu diketahui bukanlah mutlak benar bagi pemecahan masalah keummatan. Ini bentuk lain solusi yang coba ditawarkan dalam mengadapi konteks zaman. Wacana dan diskusi harusnya digalakkan, rasionalitas komunikatif ala jurgen habermas dan tidak bersifat semu dan procedural semata. Bukan rasionalitas instrumentalis yang reduksionis-atomistik ala Cartesian-newtonian. Logika binerian Aristotelian yang memisahkan objek-subjek.
MAKASSAR--BUAT LuphieQuw
Jumat, 21 Maret 2008
SEKELUMIT PERJALANAN HIDUP
(ada spirit revolusi dalam setiap momen hidup)
Setelah ujian berakhir, aku langsung disuruh orang tuaku ke
Hampir sebulan aku di
Esok, sebulan penuh aku di
Diluar, aku diteriaki sepupuku. “cepat ko mandi cezt, nanti ketinggalan ujian, jam delapan itu mulai ujian SPMB”, teriaknya dengan logatnya yang khas
Hari itu, aku memakai kameja hitam polos bermotifkan linking park, grup band ternama yang aku beli kemaren sore. Itu baju pertama aku beli semenjak berada di sini. Yang nantinya menjadi baju bersejarah dalam perjalanan hidupku. Aku tidak lupa menyetrikanya, aku tidak terbiasa memakai baju acak-acakan, walaupun bajunya masih rapi. Tapi perasaanku tidak enak aja. Emang benar kata orang, perasaan lebih mendominasi dari pada kebenaran. Perasaan lebih kuat mempengaruhi pilihan seseorang dari pada kenyataan yang terjadi. Baju ku tidak perlu disetrika, sebenarnya. Tapi kedepannya, entah aku tidak tahu apa yang terjadi apakah aku masih bisa bertahan dengan perasaan seperti ini atau tidak. Lingkungan mahasiswa tidak selalu mengajarkan kita untuk berpenampilan rapi ala eksekutif. Terpengaruh kaum capital katanya. Yang aku sendiri bingung, apakah kaum capitalis pernah mendeklarasikan dirinya dengan
Aku keluar dari kost yang berukuran 5x5 itu, terlebih dahulu aku berdoa, semoga hari ini aku dapat meraih mimpiku, mimpi anak desa yang termarjinalkan. Pagi itu aku berjalan menunduk melintasi gang-gang kecil. Sesekali aku melihat tikus-tikus got, aku kaget bukan main. Tikus-tikus itu besarnya mirip kucing kesayanganku dikampung. Ah…mungkin mitos superioritas kucing terhadap tikus akan terbantahkan melihat kenyataan yang aku lihat. Aku hampir tidak bisa berbuat apa-apa. Ketakjubanku membuatku diam seribu bahasa. Sekaligus menertawakan diri yang kampungan.
Sesampai ditempat ujian, aku langsung masuk ruangan. Kemaren sore, sehabis nge-mall aku mengeceknya bersama sepupu ku. Kak linda, kak sri dan kak bia. Terimakasih banyak buat kalian, aku akan selalu mengingat jasa-jasamu. Mengingat saat kita bercanda sambil makan bersama dalam susahnya merantau. Mencari sedikit titik terang bagi nasib kita. Kaum-kaum termarjinalkan.
Aku memandangi sekeliling ruangan, melihat rona-rona wajah baru yang kelihatan sombong dan angkuh.
“tolong tasnya disimpan didepan, yang boleh ada dimeja hanya pensil, penghapus, dan penggaris. Bagi yang memilki Hp diharapkan menitip ke pengawas”. Ketus pengawas ujian kami. Lalu aku mengeluarkan tasku dalam laci meja, kemudian berlari kecil menyimpannya didepan. Disamping pengawas yang kelihatan sangar. Aku jelas belum punya Hp saat itu. He…he…maklum dari kampung.
Hampir 120 menit aku berkutat dengan soal yang super sulit, bagi kami orang kampung yang jauh dari akses informasi. Praktis soal-soalnya sulitnya minta ampun. Seumur hidupku belum pernah diperhadapkan pada soal seperti ini. Ternyata perbedaan antara
Dalam teriknya matahari siang yang tak hentinya memancarkan cahayanya kesegala penjuru dunia. Dia seolah tidak pernah lelah dan bosan menjalani rutinitas yang monoton. Menyinari dunia merupakan tugas abadinya sampai ia sendiri luluh bersamanya. Bersama makhluk sombong dan serakah sekaligus bodoh bernama manusia. Terlalu banyak sejarah menceritakan semuanya. Sejarah tentang penyembahan matahari oleh manusia. Imaji manusia berani melampaui dirinya sendiri. Hewan-hewan kurban berserakan diantara bangunan candi dan altar-altar pemujaan. Kesucian kebenaran dicampur-adukkan dengan pikiran manusia lewat jargon klaim intelektulitas. Rasio mampu mencapai kebenaran hakiki ungkap filsuf. Akhirnya, begitu banyak klaim-klaim kebenaran oleh beberapa golongan atau kelompok. Sepertinya mereka ingin menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri. Simbol-simbol pun dipuja melebihi nilainya. Keberagaman diperkosa lewat bahasa dan kesejahteraan manusia. Makna dan nilai dikesampingkan. Adakah hal yang bisa menyatukan kita selain nilai-nilai universal?. Bukan berdasarkan symbol semata.
Aku termenung sejenak merefleksikan kembali hari yang telah lampau. Hari-hari yang penuh keceriaan dan ketenangan. Aku ingat saat padi mulai menguning, kami berlomba-lomba seusai sekolah pergi kesawah membantu orang tua kami menjaga padi dari serangan burung pipit. Kami biasanya membuat perangkap untuknya, menangkap dan menjadikan kawan bermain yang menyenangkan. Bila matahari telah masuk keperaduannya, kami anak-anak petani berlari ceria diatas pematang sawah sambil berteriak memanggil teman-teman mengajak pulang bersama. Nanti malam kami mengerjakan tugas sekolah dan mengaji bersama. Sungguh indahnya.
Kini aku tidak bisa menikmati hari indah lagi, mimpi-mimpi mengharuskan aku jauh dari realitas hidupku. Disini aku hanya bisa bernyanyi mengenang masa kecilku, dengan menyanyi aku bisa merasakannya kembali. Menjauh dari rasa alienasi yang menyakitkan.
Di sini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudera kaya raya
Tanah kami subur Tuhan
Dinegeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Tuk membebaskan rakyat
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berjanji
(lagu pembebasan)
Haruskah menyembah kebodohan kami lagi Tuhan?. Kembali menjalankan ritus-ritus aneh. Jauh dari gemerlapnya dunia.
Bersambung…………
Rabu, 12 Maret 2008
DOSENKU MULTILEVERs
Menertawakannya bukanlah pilihan yang tepat, tidak ada riuh tawa untuk sebuah tragedi. Aku terdiam saja, tenang mendengar oceh tangis kehidupan. Kekejaman dunia memaksa ia tanpa malu menjual otaknya demi harta dan materi. Kaum intelektual benar-benar kehilangan akal sehatnya, pikirannya tentang pengetahuan telah dimodifikasi menjadi pikiran materil semata. Banyak kali aku mendengar dosen terlibat MLM (multi level marketing). Aku sedikit sanksi dengan itu, terus terang. Dan tidak akan mempermasalahkannya sepanjang tidak keluar dari jalur yang ditetapkan bersama. Bukankah dunia ini adalah konsensus?. Sekali lagi hatiku miris, inginku menangis dan berteriak pada dunia. Kenapa engkau begitu kejam?. Ia seorang dosen, dosen tidak pernah diajarkan untuk pamrih. Pahlawan tanpa jasa slogannya.
Aku masih saja terdiam, walaupun desakan nurani memberontak terhadap perilaku dosen begitu menggebu. Berdiam boleh jadi pilihan terbaik menurutku untuk suasana seperti ini. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkannya. Ada realitas yang harus dipertanyakan. Sejahterakah dosen ataupun guru hari ini?. Ia tidak salah pada wilayah itu, ia hanya terpaksa. Tidak ada cara lain. Mungkin hanya itu yang bisa dia lakukan ditengah keterbatasannya. Ia tahu ada tanggung jawab yang dia pikul. Dia rapuh oleh kerasnya arus kehidupan. Tidak ada lagi harga diri, toh harga diri bisa dibeli. Nanti bila kaya!.
Kaya. selalu menjadi modus utama dunia sekarang. Kaya yang dahulunya bermakna luas kini dipersempit oleh pengertian yang mngacu ke hal yang bersifat materil. Orang tidak butuh kaya hati, kaya nurani. Orang hanya peduli kaya materi. Kaya hati, kaya materi bisa dibeli. Bisakah?.
Dosenku multilevers, ia menjajakan dagangannya di ruang-ruang kuliah. Diatas topeng-topeng intelektualitas. Ia sekaligus menjajakan harga dirinya. Kampus seharusnya bukan tempat untuk bertransaksi bisnis, walaupun tidak salah. Jam kuliah jangan dipotong demi promosi MLM. "Baiklah sekarang kalian mau jadi apa?". Jadi kaya teriak teman-temanku. Kaya lagi-kaya lagi. Tiadak adakah pilihan selain itu?. Begitu sempitklah dunia ini?. Kenapa orang mengidentikkan kata kaya dengan materi semata?.
Oh...ingin kumaki dirimu. Dosenku. Enyahlah engkau dari lorong-lorong kehidupanmu. Sekarang lari dan kejarlah impianmu itu. Duniamu terlalu jauh bagi kami, orang-orang idealis.
Memang, tidak ada yang bisa memungkiri kenyataan hidup yang engkau jalani. Engkau selalu bercerita pada kami disela-sela waktu mengajarmu, dan bukan hanya engkau. Engkau menceritakan tentang istri dan anakmu yang ingin beli ini beli itu. Sementara gajimu hanya cukup membiayai hidup sebulan. " kenapa istriku mengidentikkan kaya dengan materi". Kami tahu engkau tersiksa. Istri dan anakmu mendesak meminta tanggung-jawabmu. "Pa...kapan kita punya mobil?". Jadilah engaku mengkreditnya dengan memotong gaji yang pas-pasan. Untung tidak ada ruang untuk korupsi. terlalu banyak badan-badan pemberantas korupsi.
Pak...!!! kami paham dan sangat memahami. Slogan pahlawan tanpa jasa masih berdengung. untuk provesimu. Padahal dunia yang engkau alami tidak pernah mau menukar jasamu dengan honda jazz kesukaan anak dan istrimu. Kesukaan orang kebanyakan. Sangat tidak adil.
Slogannya perlu dipertanyakan sekarang. Berteriaklah dan tuntut hak-hakmu. Upah yang memadai untukmu. Buatlah revolusi besar-besaran. Bukan cuma petani yang perlu revolusi, tapi juga kalian. Pekerja-pekerja kere. Bila perlu buat partai sendiri ataupun kalau mau negara sendiri yang menghargai dirimu bukan dengan slogan. Pilihlah pemimpin dari kalanganmu agar kelak dia bijak dan mau memperhatikan engkau. Kami pasti mendukung, Pak!!!
Aku jadi teringat bapakku. Ia seorang guru. Aku jadi teringat saat diriku meminta kiriman uang tiap bulannya, sementara gajinya sudah tidak ada. Gajinya dipotong pinjamannya di Bank. Aku menitikkan air mataku, selama ini uang yang dikirimkan dari mana?. Apakah ia mencuri atau korupsi?. Setahuku ia tidak punya penghasilan lain. Atau mungkin ia hutang sana-hutang sini. Seberapa banyak hutangnya?. Aku malu memikirkannya, apalagi mendengarkannya bercerita. Dan memang ia tidak pernah mau bercerita. Apalagi bekeluh-kesah. Ia tida pernah jujur saat aku tanya, uang ini dari mana papa?. Ia bungkam. Mungkin ia malu padaku. Ia hanya menjawab " tidak usah dipikirkan kamu kuliah saja, cepet-cepat selesai". Kata itu biasa terucap saat mengakhiri pembicaraan dan menutup teleponnya. (makassar, 13 maret 2008. saat kuliah metodologi).
MENERIAKKAN DUNIA
Sedangkan orang-orang pada apatis
Pasif dan pasrah menerima kenyataan
Pesimisme bagai hantu gentayangan
Membayangi jejak langkah dan pikitran manusia
OH...optimisme yang hilang
Cepat datang rebut pikiran manusia
Kembalikan seperti masa renaisans
Cambukkan cemeti imajimu
Balikkan kembali seperti masa Marduk dan Tiamat
Berperang.............lah
Gairah memabra dalam dialektika tak berbatas
cinta...oh cinta
Engkau ratu hatiku yang tersimpan di lubuk hatiku yang terdalam, dalam kepenuhan pikiranku, di sana ... ilahi yang tak dikenal! Oh, dapatkah aku sungguh-sungguh mempercayai dongeng-dongeng si penyair, bahwa ketika seseorang melihat sebuah obyek cintanya, ia membayangkan bahwa ia sudah pernah melihatnya dahulu kala, bahwa semua cinta seperti halnya semua pengetahuan adalah kenangan semata, bahwa cinta pun mempunyai nubuat-nubuatnya di dalam diri pribadi. ... tampaknya bagiku bahwa aku harus memiliki kecantikan dari semua gadis agar dapat menandingi kecantikanmu; bahwa aku harus mengelilingi dunia untuk menemukan tempat yang tidak kumiliki dan yang merupakan misteri terdalam dari keseluruhan keberadaanku yang mengarah ke depan, dan pada saat berikutnya engkau begitu dekat kepadaku, mengisi jiwaku dengan begitu dahsyat sehingga aku berubah (transfigured) bagi diriku sendiri, dan merasakan sungguh nikmat berada di sini.
—Søren Kierkegaard, Journals[5] (2 Februari 1839)
Selasa, 11 Maret 2008
tanpa judul
kemaren, pagi-pagi aku terbangun dari tidurku, aku masih merasa ngantuk saat itu, maklum semalam acaranya selesai pukul 03.00 wita. aku terpaksa bangun, jam sebelas nanti aku ada kuliah kimia. aku tidak mau mengulangi mata kuliah ini sampai empat kali. cukup sudah, aku kapok bermalas-malasan. kasian banget kan?. aku keluar kamar menuju kamar sebelah menemui temanku, kebetulan ia satu jurusan. aku langsung membangunkannya, agak kaget dia saya lihat, tapi dia langsung ke wc mencuci muka.
disaat DIKLAT, terus terang hatiku berbunga-bunga, aku dapat kiriman pulsa dari temanku yang selalu menyuplaikan kala aku benar-benar boke dan membutuhkannya. ia boleh jadi teman spesialku. dua minggu yang lalu, ia menelponku menceritakan masalah yang sekarang dia hadapi. dia katanya lagi jatuh cinta, aku bingung mau nanggapi apa, wong aku gak pernah jatuh cinta?. tapi dengan kebingungan itu membuat aku merasa kok disaat dia membutuhkanku, aku tidak bisa membantunya. teman apa kau ini?.
mencintai boleh jadi sunnatullah, kasih sayang sesuatu yang lumrah. terbesit seribu tanya, adakah itu telah mati pada diriku?. aku tidak berani jatuh cinta. salahkah aku tidak mencinta dan tidak menjawab pertanyaan teman spesialku?. aku teregun, kaget mengingat diriku. aku terbangun dari meditasi lamaku, mengekspresikan diri terkadang punya batas, punya halangan. haruskah cinta mengandalkan nafsu kelamin?. ataukah ketiadaan nafsu adalah manipulasi. justeru dengan nafsu bercinta jadi hidup, menggairahkan. ataukah kita yang terlampau egois mengendalikan diri?. tidak pernah puas dengan sesuatu yang dimiliki?. pilihan itu memang rumit, Tuhan telah adil menentukannya semua, namun apakah kita harus takluk?.
banyak cara bagi kita tuk belajar memilih, bukti kesempurnaan penciptaan. tapi kita tidak diajarkan mengetahui tanpa kriteria dan indikator. semua punya standar. disitulah kelemahan manusia, saat harus bingung dengan standar, sementara dunia penuh dengan standar-standar palsu. banyak kelompok mengklaim standarnya yang paling valid, petunjuknya yang paling sahih. tapi membuktikan kesahihan, kevalidan harus memakai apa?.
kita manusia tidak lebih dari makhluk lemah. klaim yang selama ini mengatakan kita makhluk sempurna tidak sepenuhnya benar. patut dipertanyakan?. mestinya kita membongkar segala kemapanan yang telah ada, melawan tirani yang tersebunyi. ya...harus ada yang berani menanyakan dunia ini, semua orang tampak tenang dengan apa yang dimiliki, dirasa dan dilihat. pertanyakan kawan-kawan, kenapa berzina itu dilarang?. kenapa anggur diharamkan?. walaupun hanya segelas penghangat tubuh yang dingin.
ada alasan yang disamarkan, katanya dunia perlu aturan, undang-undang dibuat untuk mengatur. siapa yang mau diatur?. dan siapa yang mengatur?. kenapa semua orang merasa risih dengan ketidak-teraturan, batas-batas seperti apa dikatakan tidak teratur?. membingungkan!. inikah dunia?.
cobalah bertanya kawan, sebelum kita semua buta. kritislah. coba lari dan menjauh dari kemapanan, berniatlah menghancurkannya. belum terlambat. masih ada cukup waktu untuk itu semua.
memang, pasti ada yang mengkritik, tulisan ini tidak lain dari bentuk kegilaan paling nyata. ketidak-teraturan tulisan, ketidakjelasan dan banyak teka-teki. tapi bukankah budaya kita mengajarkannya?.
pasti kawan, aku sebagai objek kegilaan. engkau pasti bertanya padaku apakah engkau benar-benar mengalami kegilaan?. oh...tunggu dulu, standar apa dan kriteria apa yang meneguhkan asumsimu bahwa aku mengalami kegilaan. kalian jelas bisa menjawab ini. kegilaanku terlihat dari indikasi tuliasan yang tidak teratur, bahasa yang sedikit nyeleneh dan...membingungkan. lalu izinkanlah aku bertanya, kriteria yang engkau pake berasal dari mana?. kedokteran?. psikologinya freud, ato psikologi behavioris. saya berani menyatakan kalian makhluk paling kejam, representatifkah kriteria mu bagi kegilaanku?. hanya ada satu kata, DOMINASI lah yang membuatmu berlaku begitu. coba kalian telaah dengan baik-baik, ternyata pengalaman dan kebiasaanmu mempengaruhi pikiranmu. buktinya karena engkau tidak biasa melihat tulisan seperti ini lalu kau mengklaim ini tuliasan orang gila. (buat yang kusayang)
Selasa, 19 Februari 2008
sekadar curhat aja
wah...lage jatuh cinta ya mba'. indah banget tuh kata-katanya, sampe-sampe saya sendiri gak sadar bahwa itu adalah kalimat yang nyata ada. salut deh, indah banget!. oya...aku sendiri cuma kagum ma kata-katanya, kalimatnya, bukan pada hal tersembunyi dibalik kalimat indahnya, aku tak pernah percaya bahwa cinta itu benar-benar ada, cinta adalah bentuk paling indah dari nafsu kelamin. cinta murni gak ada di dunia, yang dipenuhi dengan kemunafikan dan penghianatan, ia hanya ada di langit, cinta murni itu ilusi, omong kosong. orang yang berbicara tentang cinta hanyalah sekumpulan komunitas makhluk buas yang ingin berkuasa terhadap orang lain. wallahualam...
Selasa, 05 Februari 2008
dalam kekosongan
ah... agaknya aku harus belajar sekarang menerima realitas. mulai mencoba mencinta kepada kesendirian, kemunafikan dan penghianatan.