Sabtu, 13 Desember 2008

Mari Pejamkan Mata

Belantara dunia yang luas seakan sempit oleh tangan-tangan keserakahan. Kemunafikan menyebar kemana-mana. Ketidak-adilan seolah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Pembantaian ummat manusia tidak lagi menampilkan pilu. Ketidak-adilan bermotif suku, ras dan agama terjadi seakan hanya salah satu suku tertentu yang punya legalitas mencerap ciptaan Tuhan. Kebebasan manusia dibatasi, atas nama agama dan tradisi yang mereka katakan adi-luhung itu. Sungguh, dunia ini semakin edan saja.

Sudah seminggu ini, rakyat palestina dibantai. Tidak ada suara tegas dari dunia, khususnya negara islam untuk menyuarakan gencatan senjata. Apalagi ikut terlibat membantunya. Puluhan rakyat tidak berdosa jadi korban. Anak-anak dan wanita tidak berdaya, berpasrah menerima nasib yang malang.


Tunggu: Akan ku lamar engkau dengan sekali onani

Tadi, aku malu bukan main?. Orang tuanya mengusirku tanpa perasaan. Harga diriku sebagai lelaki dan juga sebagai manusia terinjak-injak. Untung saja, hanya ada beberapa orang diruang tamu rumahnya yang megah. Diriku, kedua orang tuanya dan dua orang temanku.

***

Di momen bersejarah ini, dimana aku seorang lelaki yang miskin papa datang berniat melamarnya, seorang anak bangsawan kaya keturunan Bone, yang mengharuskan harta dan gelar sebagai syarat mutlak. Jangankan emas segempok, uang sepeser pun aku tidak punya. Hanya keberanian dan cinta yang ku andalkan. Lebih dari itu, aku tak memilikinya. Kalaupun ada, aku hanya mempunyai sperma. Beberapa kali ku katakan, aku ini bukan bangsawan, tidak berharta dan berpendidikan, namun ia tetap saja memaksaku meminangnya.

***

Dua tahun lalu, tepat tahun 2005 setelah menamatkan studi ditingkat SMA di daerah asal ku, Dompu NTB, aku nekat dengan uang 500 ribu, yang kuperoleh dengan menjual sawah sepetak satu-satunya yang diwariskan bapak sebelum meninggal berangkat mengadu nasib untuk kuliah menuju kota daeng Makassar. Dengan uang sekian, aku dituntut ekstra hemat membelanjakannya agar bisa sampai ke kota tujuan. Dalam hati, aku berharap semoga sesampai di kota angingmamiri mencari pekerjaan secepatnya demi memperoleh uang pendaftaran masuk universitas. Agak aneh memang, dengan modal uang yang semestinya habis di perjalanan aku kok berani berniat kuliah?. Bagiku, hidup ini bukan cuma uang, hidup butuh kenekatan dan kerja-keras, tidak sedikit orang yang tidak memiliki apapun mampu bangkit dan keluar dari penderitaan yang dialaminya. Aku ingat kata bapakku sebelum ia meninggal, "nak, uang bukalah segalanya uang itu cuma alat, yang utama itu kemauan dan kerja keras". Kata-kata tersebutlah yang terus memotivasiku dalam menjalani kehidupan.

***

Tepat pukul 14.00 wita kapal Tilongkabila jurusan Bima-Makassar yang kutumpangi merapat dipelabuhan Soekarno-Hatta. Kota tujuan telah ada depan mata. Namun, ketakutan menghantuiku, uang ku hanya tersisa Rp. 100.000,-. Perlahan aku menarik dompet ku yang telah usang dimakan usia. Mencari selembar kertas berisi alamat kampus yang aku peroleh dari tetangga yang dulu pernah bekerja sebagai cleaning servis di Unhas. Jl. Perintis Kemerdekaan IV km.10, begitulah nama alamatnya. Tanpa menunggu, aku langsung bertanya ke petugas pelabuhan yang kebetulan lewat di depanku. Dia menyarankanku menaiki becak menuju pasar sentral setelah itu menaiki mobil jurusan Daya. Walhasil, aku pun sampai di pintu 1 kampus unhas tamalanrea, aku sengaja meminta sopir menurunkanku disitu.

***

Sampai disitu, masalah belum kunjung selesai, justeru inilah awal dari cobaan yang akan datang bertubi-tubi. Yang kelak mengajarkan ku arti kehidupan sesungguhnya. Aku tidak tahu entah dimana aku berteduh malam ini. Sementara itu, perlahan namun pasti matahari masuk ke peraduannya untuk beristrahat sejenak menyongsong hari esok yang berarti malam segera tiba. Kala itu, aku bingung bukan main, kemana harus aku melangkah lagi, aku tidak memiliki teman apalagi saudara disini. Bermodal keberanian, aku menuju kampus, siapa tahu disana ada orang baik yang memberiku tempat menginap. Ditengah perjalanan, sekitar 20 meter dari pintu masuk aku melihat ada mesjid, dan terlintas dalam benakku untuk menginap disitu. Lega rasanya hari ini, paling tidak ada tempat untuk berteduh dari dingin dan hujan.

***

nyambung ntar ya?

Jumat, 12 Desember 2008

Izinkan Aku Menyetubuhimu

Semua berawal dua bulan lalu, aku menawarkan dirimu yang berada nan jauh disana untuk menemuiku. Bermula dari hasrat dan keinginan melepas rindu yang lama tertahan. Rasa yang tidak mampu ditepis dan butuh diaktualisasikan. Bertatap muka adalah obat terbaik untuk mengobatinya. Maka dari itu engkau rela membohongi semua orang, demi tercapainya sebuah pertemuan.

Kini waktu telah dekat, satu minggu lagi engkau akan berangkat dari NTB, demi cintamu yang tulus engkau rela menyebrang pulau, melewati lautan, menemuiku di kota angingmamiri. Dengan sedikit keraguan engkau mengungkapkan kepadaku mengenai perasaan mu yang sedang bergejolak: apakah aku tidak akan melampiaskan keberingasan ku di atas kelaminmu, merenggut keperawananmu. Sebagai lelaki, aku tidak ingin menampik semuanya. Aku manusia normal. Butuh seks, butuh kasih sayang. Namun, yang perlu engkau ketahui tanggung jawab bagiku segalanya.

Tidak bisa dipungkiri, kehadiranmu memberiku segudang kesempatan. Sesaat aku berpikir, terlalu picikkah aku yang coba memanfaakan kesempatan langka ini?, atau terlalu bodohkan aku yang tidak memfaatkannya. Bagiku, menyetubuhimu merupakan harapan besar, cita-cita utamaku. Maka izinkan aku dengan segala cintaku memintanya dengan hormat, bukan dengan paksaan dan gombalan, namun dengan cinta yang menggebu.

Menanti Cerah

Sudah setengah hari ini aku hanya berbaring malas di kamar. Hujan membuatku tidak berkutik menerjangnya sekadar keluar menuju kios, membeli krupuk ikan kesukaanku untuk sarapan. Padahal hari ini aku berniat menuntaskan tugas foto yang sudah tiga minggu ini tertunda (tugas penggodokan red). Belum lagi aku di sms redaktur untuk menjepret kegiatan pelatihan soff skill yang diadakan di lantai 1 rektorat. Apes banget hari ini, hujan telah membuat seabrek rencana kacau dan tertunda.

Hujan turun sedari pukul 00.00 belum menunjukkan tanda-tanda akan reda, malahan semakin deras saja. Membuat air selokan meluap sehingga menggenangi halaman rumah kos. Kekacauan kecil juga terjadi di dalam, tiba-tiba atap kembali bocor sehingga air turun membasahi kamar beberapa penghuni. Kok masih saja bocor, padahal baru-baru ini diperbaiki. "Mungkin pekerjaanya kurang profesional", ketus sarkawi salah seorang tetangga kamar. Benar saja, ternyata yang mengerjakannya adalah tukang batu yang sok berani mengambil alih tugas tukang kayu. Ini dibenarkan bapak kos.

Dunia ini telah ditata sedemikian rupa oleh Tuhan sehingga setiap makhluk yang ada dimuka bumi ini menjalani setiap hal menurut keahliannya. Sehingga dalam proses pengerjaannya berjalan maksimal, tidak serampangan dan asal jadi. Contoh konkritnya adalah kejadian diatas, tukang batu yang mengambil alih tugas tukang kayu. Bocornya atap cukup membuktikan bahwa pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian. Boleh saja tanpa skill, itu hanya berlaku bagi pekerjaan tertentu saja. Semisal pekerjaan menyapu, mengepel dan melempar mangga.

nah, dengan adanya insiden di atas semoga membuat kita jera dan mau belajar dari pengalaman, untuk memperkerjakan orang sesuai keahliannya, setidaknya belajar meghargai profesi seseorang.


Kamis, 11 Desember 2008

Menjelang Pusing

sebentar lagi ujian semester. buku-buku berserakan diantara kasur dan bantal tidur. kertas-kertas berhamburan memenuhi kamarku yang pengap. kamarku yang biasanya lembab, kini tambah parah dengan adanya kertas dan buku berserakan. aku memang lagi malas. sudah tiga minggu belakangan aku tidak masuk kampus alias tidak kuliah. aku lebih menikmati rutunitas baruku diluar, keseharian yang selalu membuatku ceria. ya...beberapa bulan belakangan ini aku lebih aktif di organisasi ketimbang konsentrasi kuliah demi mengejar target selasai 2009 awal.

organisasi ini membuatku ekstase, lupa terhadap tugas utama ku untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu, seperti yang di idamkan banyak orang. aku akui, ia begitu menyenangkan. aku bergulat terus dengan pekerjaan ini, yang sebenarnya lebih tepat disebut hobi. beberapa mata kuliah aku anggap sudah positif tidak lulus. konsekuensi memang. tak apalah. sebagai manusia dewasa, yang tahu bahwa hidup merupakan pilihan, hal tersebut bukan masalah. toh aku menyukainya.

identitas, itulah nama organisasi yang sedang kugeluti sekarang. identitas adalah penerbitan kampus universitas hasanuddin, tempat aku menuntut ilmu sekarang. disini aku mengambil spesifikasi fotografer, sebuah tugas--yang sekali lagi membuatku ekstase. setiap hari aku mesti merekam semua peristiwa dalam jepretan, kita diharuskan lihai mengambil gambar sehingga hasil pemotretan seolah-olah hidup dan mampu bercerita. nah, bagi yang tidak berminat terhadapnya jangan pernah menganggap ini hobi, anggaplah ini pekerjaan berat. he...he...

minggu lalu, aku menyempatkan diri ke fakultasku. sebenarnya tidak niat kesana saat itu, tapi karena aku di telpon, ada ujian mendadak. eh...sampai di fakultas aku dikibulin. ujian yang rencananya dilaksanakan pukul 08.00 wita ditunda sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. maksudnya sampai dosen punya kesempatan. tapi kalau-kalau dosennya mangkat?. gimana dong!. tapi tidak apa-apa toh aku belum siap. hore!!!!

yang pake jas merah and pegang daun mmmm....daun apa ya?

cape' deh!!!

enam sekawan (aku yang pake jas merah)

kenangan indah di suro-boyo. lagi-lagi jaket abu2!

itu, yang pake jaket abu2;gue tuh!!!

diriku;kedua dari kiri, yang pake jaket abu2

bersama kawan dalam satu kesempatan