Selasa, 08 Juni 2010

Doktor Unhas Plagiat Disertasi

Plagiarisme merupakan momok di kalangan pendidik. Tapi bagaimana jadinya jika pendidik yang seharusnya memberi contoh tersandung kasus plagiat.

Alhamdulillah! Puji syukur ini akhirnya keluar dari mulut dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) inisial SM usai promosi doktornya, tahun 2005 lalu. SM adalah mahasiswa pascasarjana program studi Ilmu Ekonomi angkatan 1996. Sembilan tahun bagi SM adalah waktu yang cukup lama “menunggu” gelar. “Saya sangat bahagia,” tutur dosen FIKP Unhas ini mengenang kejadian bersejarah itu, Senin (10/5) usai pengukuhan gelar profesornya di Lantai II Gedung Rektorat Unhas.

Waktu itu, belasan mahasiswa dan dosen ikut hadir. Tak terkecuali dosen berinisial SD, rekan sejawatnya di FIKP Unhas. Mereka yang hadir, masing-masing dibagikan copy-an ringkasan disertasi. Saat promosi berlangsung, SM menjawab pertanyaan penguji dengan santai. Sesekali senyum tipis “dilemparkan” ke penguji. Ketika asyik menyimak, SD terkejut bukan kepalang melihat tampilan slide presentasi, mirip isi disertasinya. Kala itu, SD tidak langsung bereaksi. “Usai acara berlangsung, saya langsung sms (short message service) ke pengujinya,” ungkapnya pekan lalu saat ditemui di Gedung P2KKN.

Beberapa hari kemudian, SM mendatangi SD untuk mengklarifikasi isi disertasinya atas suruhan pembimbingnya. Ia menjelaskan telah menulis dalam kata pengantarnya kalau sebagian referensinya diambil dari disertasi SD. “Tapi kok banyak alineanya mirip betul dengan isi disertasi saya,” ungkap SD disela-sela kesibukannya.

Sebagian besar alinea diambil dari disertasi SD. Bahkan diduga mencapai puluhan halaman. Menurut pengakuan SD, isi disertasi yang paling di ingatnya diplagiati adalah halaman 225, 226, 227 serta halaman 75 yang berisi bagan. Bagan itu hasil olahnya berhari-hari. Parahnya lagi, referensi jurnal yang diperoleh SD dari Jepang, dicantumkan pula dalam daftar pustakanya. “Saya sangat yakin SM tidak memiliki jurnal itu, jurnal itu masih saya simpan,” jelas doktor lulusan Institut Pertanian Bogor ini.

SM sendiri tak menyanggah isu ini. Pada waktu itu, ia mengakui kalau ada beberapa alinea yang lupa ia cantumkan sumbernya. Salah seorang pembimbingnya, Prof Natsir Nessa mengatakan waktu itu SM hanya lupa menulis sumber pada beberapa alinea. “Ada penguji yang melihat ada alinea tidak tercantum sumber kutipan,” kata dosen FIKP yang juga menjabat sekretaris senat Unhas ini, Senin (10/5) di ruangannya Lantai IV Gedung Rektorat Unhas.

Tapi pertanyaannya, kok bisa persis sama mencapai hingga puluhan halaman? Sementara judul disertasi keduanya berbeda. Yang satu menyoroti aspek teknologi penangkapan ramah lingkungan dan yang satunya meneliti aspek ekonomi alat tangkap. “Pada waktu itu, saya memberikan disertasi saya untuk dipelajari, karena saya pikir tak mungkin di plagiati sebab penelitiannya berbeda,” jelas SD yang mendapatkan gelar doktor tahun 2003 ini.

Judul disertasi yang diplagiati adalah “Analisis Tingkahlaku Ikan Untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan Pada Bagan Rambo.” Sementara itu, disertasi SM berjudul “Maksimalisasi Pendapatan Nelayan Bagan Rambo Melalui Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi di Provinsi Sulawesi Selatan.” Dalam disertasi tertulis Unhas 2005. Jadi dua tahun setelah disertasi SD disahkan.

Dalam kebudayaan akademik, ada tradisi menghormati hak pemilikan gagasan. Gagasan dianggap sebagai properti intelektual. Karena itu, memberikan pengakuan terhadap gagasan orang lain yang diambil sebagai rujukan oleh mahasiswa sangatlah penting.

Setiap saat mahasiswa menggunakan kata-kata dari penulis lain. Mestinya mahasiswa menghargai penulis itu dengan cara menyebutkan karya yang perkataannya sudah diambil. Caranya dengan teknik pengutipan formal maupun informal. Bahkan, jika mahasiswa menggunakan ide dari penulis lain, atau melakukan parafrase terhadap gagasan penulis lain, mahasiswa harus menghargai penulis tersebut. Jika tidak, maka mahasiswa dapat dikatakan telah melakukan kejahatan akademik yang serius, yaitu plagiarisme. Plagiarisme adalah mencuri gagasan, kata-kata, kalimat atau hasil penelitian orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri. ”Untuk menulis satu paragraf saja, saya mesti bekerja keras membuka dan membaca banyak jurnal secara teliti,” ketus SD.

Namun beruntung, tindakan tidak terpuji oknum dosen itu berhasil digagalkan. Apa jadi jika SD pada waktu itu tidak hadir di acara promosi doktor SM. Mungkin tindakan itu tak akan pernah terlacak sampai sekarang. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menegaskan, akan memberikan sanksi akademik bagi pelaku plagiat karya ilmiah. Sanksi bermacam-macam. Mulai dari penundaan pangkat, pembatalan gelar sampai yang terberat, yakni dipecat secara tidak hormat. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 60 juga dinyatakan dua hal tentang apa jadi kewajiban guru dan dosen, salah satunya mematuhi kode etik akademik. Sebagai dosen, tentu SM paham persoalan ini. Namun kok plagiat?!



Tidak ada komentar: